Mungkin aku hanya ibarat sebutir pasir di luasnya kehidupanmu
Setetes air di samudera cinta milikmu
Apakah aku masih bisa, nyaris terlihat olehmu
Bilakah kau akan sejenak berpaling padaku
Tapi, ternyata tangan takdir melukiskan sesuatu
Ia torehkan warna-warna tak terduga,
pada kanvas-kanvas hati
Lukisan abstrak nan indah
Sebiru langit
Sejingga senja
Namun, sekali lagi
Kau hadir layaknya mentari
Yang begitu hangat menyapa
Mampu sejenak biaskan bilur-bilur luka
Tetapi,perlahan namun pasti
Malam kan segera menyeretmu pergi
Meninggalkan ruang gelap tak tersinari
Basahi ilalang yang kini sendiri
Senin, 24 Februari 2014
Ingin Soleha
Apa yang mau dibangga
Label bernama soleha?
Solat saja sering menunda
Iqro terbata-bata
Mengendap di jilid dua
Hafalan saja mengeja-eja
Lidah sendiri susah terjaga
Apalagi berlapar-lapar puasa
Penutup auratpun entah kemana
Aku ingin menjadi soleha,
meski masih jauh dari cirinya
Setidaknya ingin berusaha
Menjadi lebih baik di mata-Nya
Kuingin menjadi soleha,
bimbing aku jangan kau cerca
Karena seindah perhiasan dunia adalah wanita soleha
Label bernama soleha?
Solat saja sering menunda
Iqro terbata-bata
Mengendap di jilid dua
Hafalan saja mengeja-eja
Lidah sendiri susah terjaga
Apalagi berlapar-lapar puasa
Penutup auratpun entah kemana
Aku ingin menjadi soleha,
meski masih jauh dari cirinya
Setidaknya ingin berusaha
Menjadi lebih baik di mata-Nya
Kuingin menjadi soleha,
bimbing aku jangan kau cerca
Karena seindah perhiasan dunia adalah wanita soleha
Senin, 17 Februari 2014
Tentang Seseorang
Hening,
kutatap bintang
Di penghujung malam
Teringatku tentang seseorang
Yang ku cinta dalam diam
Aku tahu rasa ini tak seharusnya hadir
Karena cinta belum saatnya di ukir
Namun, bagaimana mungkin ku tak cinta
Pada keindahan akhlaknya
Tuhan ,
karena-Mu cinta ini tumbuh
Karena-Mu pula, ia kupendam
Karena ku tak ingin tenggelam
Di lautan cinta yang tak halal
Lalu,
kupintal benang-benang cinta
Menjadi simpul-simpul doa
Yang kulontarkan ke langit
Di penghujung malam
Semoga Kau turunkan jawaban
Hingga kami dipertemukan
Dalam ikatan
Bernama pernikahan
Sabtu, 15 Februari 2014
Dilema Hadis
Pagi itu, seperti biasa sebelum anak-anak mulai beraktifitas,
selalu diawali dengan mentoring. Belajar menghafal surat-surat pendek, Asmaul
Husna, doa-doa dan hadis pilihan.
“ Teman-teman, hari ini kita mau belajar hadis baru. Hadis
surga di bawah telapak kaki ibu.” Jelasku.
Tiba-tiba Marel langsung melirik ke arah kakiku , dengan
tatapan penuh rasa ingin tahunya dia berkata, “ manaaa?? Aku mau liat?”
Glekk.Belum sempat terjawab olehku, tiba-tiba Hannan
menyahut “ Wah,berarti di telapak kaki Papahku ada nerakanya?” Ujarnya sambil
tertawa.
Gubrakkk. Seketika aku speechless, terdiam memandangi mereka lalu pikiranku entah
kemana. Selintas masih ku dengar komentar anak-anak bersliweran. Kalau didengar
sih lucu, rata-rata komentarnya buat aku tertawa. Anak-anak dengan rasa ingin
tahu yang tinggi dan kepolosannya,kadang bikin orang dewasa kelimpungan.
“ Aku ga punya Ibu, punyanya Mamah” sahut Arvin
“ Kalo aku punyanya Bunda, berarti tetap ada surganya ga
Bu?” tanya Yumna seketika mengembalikan
perhatianku.
“ Oh tentu saja sayang, Bunda, Umi,Mamah dan Ibu itu sama
saja. Surga di bawah telapak kaki Ibu itu artinya kita harus sayang dan nurut
sama Ibu. Kalau kita baik dan nurut sama Ibu, InsyaAllah ada surga untuk kita
kelak.”
Cuma aku belum punya jawaban untuk komentarnya Hannan. Bisa
gawat, kalau sampai suatu hari aku ditanya sama Papahnya Hannan. Gurunya
ngajarin sesat, hehehe.
Tiba-tiba,
“ Mamihnya aku galak, berarti ada es krimnya ga, di telapak
kakinya Mamih?” tanya Byon tak berdosa
Aaarrggghh. Belum aja mulai menghafal hadisnya, udah ribet.
The End-lah.
coretan..
Masih banjir, Pak Guru...
Hujan tadi subuh
Langit kian bergemuruh
Kali-kali penuh
Pohon-pohon ikut rubuh
Pak Guru..
Air masuk rumah
Bapak tak turun ke sawah
Emak teriak tak perlu aku sekolah
Hujan tadi subuh
Langit kian bergemuruh
Kali-kali penuh
Pohon-pohon ikut rubuh
Pak Guru..
Air masuk rumah
Bapak tak turun ke sawah
Emak teriak tak perlu aku sekolah
Uhh, banjir kian parah
Jalan setapak becek
Juga tak ada ojek
Banjir sampai ke dengkul
Banyak yang tak go to skul
Pak Guru,
Sekolah biarlah libur
Biar kami asyik main lumpur
Karena buku rusak tak terjemur
Jalan setapak becek
Juga tak ada ojek
Banjir sampai ke dengkul
Banyak yang tak go to skul
Pak Guru,
Sekolah biarlah libur
Biar kami asyik main lumpur
Karena buku rusak tak terjemur
Hai, kenapa bel tetap berdentang
Bukankah sekolah tak ada orang
Kelas kami mungkin tergenang
Tapi..
Aih, rupanya Pak Guru datang
Aih, rupanya Pak Guru datang
Masih banjir Pak Guru
Biarkan kami bersenang-senang
Menikmati banjir yang datang
Langganan:
Postingan (Atom)