Rabu, 25 Maret 2015

Korban Drakor

"Mas Arya, bu guru sudah bilang kan? Kalau rambut Arya sudah mulai panjang, waktunya untuk dicukur, nanti bilang ke Mama yahh". Pintaku sambil mengusap rambut bocah yang hampir berusia 5 tahun itu. Arya terlihat mengangguk sambil menatapku.



Dua minggu sudah sejak hari itu, tapi sepertinya tidak ada perubahan pada rambut Arya. Malah semakin panjang saja. Belum lagi guru dari kelas sebelah yang mengingatkanku, kalau rambut Arya sudah "gondrong". Maka lagi-lagi kuingatkan Arya tentang rambutnya, aku takut kalau dia terkategori anak yang "tidak mau" cukur rambut seperti muridku dulu.



Hamzah, dia seperti ketakutan atau trauma sekali dengan aktifitas "cukur rambut". Sampai-sampai aku dan orangtuanya bekerjasama dalam menyukseskan acara "potong rambut" si Hamzah. Dan keesokan harinya setelah dicukur, aku harus dipaksa menjemput Hamzah untuk bisa ke sekolah. Dan kerennya lagi tenagaku dan Bunda Hamzah tak kuat untuk menahan kekuatan Hamzah yang terus meronta. Sementara sang ayah sudah menyerah di seberang jalan, dan meminta kami berdua untuk menyerah. Namun sang bunda menolak hingga becak yang kami tumpangi hampir saja terbalik.



Apa mungkin Arya juga seperti itu? Tapi ibunya tak pernah cerita, ataupun memintaku untuk memotivasi Arya. So, kenapa Arya tak jua memotong rambutnya yang sudah gondrong itu?

Kebetulan sore itu, ada silaturahmi bulanana yang dihadiri semua wali murid, tak terkecuali orangtua Arya.

"Bu, maaf Arya belum potong rambut. Kata Arya sudah disuruh potong terus sama bu guru. Nanti aja ya Bu, tunggu sedikit lagi biar nambah gondrong, biar kaya artis-artis Korea. Saya nge-fans Bu".



GUBBBRAAAKKK *Aku nelen hapeeeee

Oemjiiiiiii, ibuuuuuuu

Minggu, 22 Maret 2015

A Love letter to my fubby

Malam, kutatapi ribuan bintang yang berserak di segala penjuru langit. Dan tetiba, segala tentangmu membanjiri pikirku. Yah kau, kau yang tak pernah aku tahu, tak pernah aku kenal tiba-tiba mengusik hening malamku.

Where are you now, my dear? Masihkah di sana, di belahan bumi utara? Atau kini kau telah melewati ribuan kilometer, dan kian dekat denganku. Sungguh, andainya aku tahu.

Dear,

Have you ever miss me, or wondering about me?

Seperti yang kurasakan sekarang, merinduimu pada batas angan yang tak lekang.



Waktu berlalu, mendetak harap pada tiap detik bahwa kau kan segera datang.

But you still not come..

Bahkan bayu pun tak pernah mampu membisikkan namamu padaku



Lalu, ku hanya mampu merangkai doa dan tengadahkan wajah ke langit. Melontarkan rangkaian doa yang telah kupilin dengan jutaan yakin, berharap langit kan memberi jawab. Semoga Allah memberi cahaya tuk terangi jalanmu, menujuku. I hope soon you find your way to me. Dear, im waiting here.



Ya, kutahu kita tak pernah mengenal sebelumnya. Seperti apakah dirimu, dan bagaimanakah adanya dirimu kini.



Mungkin saja detik ini, di hati dan pikiranmu sedang dipenuhi oleh kehadiran seseorang dalam hidupmu. Ya seseorang, bukan aku.

Namun kupercaya dengan sepenuh jiwa, jika aku adalah takdirmu, no hell can burn your frozen love to me.



Atau mungkin, kau sedang menyibukkan diri. Mengindahkan akhlak, memperbaiki hati. Menjadi seorang khalifah, menunaikan amanah. Ya, tunaikanlah dulu amanahmu lalu segeralah kau temukan aku. Temukan aku dalam larik-larik cintamu pada-Nya.



Dan mungkin pula, di sisi hatimu tersimpan kerinduan. Menjejak mimpi beserta kepiluan. Berharap tuk segera menemukanku, bagian tulang rusukmu yang hilang. Akan tetapi, kau masih harus berjuang bergelut dengan kesabaran. Be patient, Dear Fubby.



Dear, I want you to know. Apapun dan bagaimanapun kita saat ini, tak pernah sekalipun aku lelah dan terlupa tuk mengutip namamu dalam lantunan kidung malamku. Berharap seluruh jagat raya mendengar dan meng-aminkan, kidung rindu di penghujung malam.



Semoga Allah menguatkan asa dan keyakinan, dan menjadikanmu seorang imam pilihan. Untukku, ya hanya untukku.



Lewat malam, kuingin berkata padamu. Uraikan segala beban rindu, padamu penopang hidupku.

Pada angin ingin  kukatakan, temanilah ia yang sedang tersendirian. Tersesat, berliku mencari jalan. Menyatukan dua jiwa yang terbelah, menjadi harmoni indah, pada satu rangkaian.



Please Angels, send my salaam to him

Tell him, I’m waiting with all of my dreams



Dear,

Ini suratku yang ke-entah. Belum lelah kutuliskan untukmu, meski tak tahu kemana harus dikirimkan. Surat yang belum beralamat.

But I do believe, someday, somehow it will reach you.



From,

Your Future Wifey

Jumat, 20 Maret 2015

Sekejap

rinduku membelah di sepertiga malam

Bersama pecahan-pecahan luka yang melebam

Desir rindu kuat mendekap

Bertarung dingin jiwa dengan pekat





Tuhan,

Dengarlah kidung sumbang keluhan

Irama bernotasi keresahan



Gemericik air doa, usir senyap

Pangkas resahku meski sekejap

Kelu lidah tak kuasa berucap

Tuhan,

Aku ingin Kau dekap



Senandung yang kucipta

Mampukah ia hadirkan cinta-Mu

Leburkan tiap noktah meragu



Tegal, Maret 2015


Kamis, 05 Maret 2015

Cinta Rindu Doa



Aku tahu, bahwa kau tak ingin melampaui batasan. Sama halnya aku, tetap setia dengan alasan demikian. Maka disinilah kita, berkawan setia dengan kesepian. Memuja hening di antara kebisingan.

Ingin kuusik pena rindu, di antara gemericik airair doa yang mengucur. Ingin kusapa rindu, di tengah nyeri yang membilur. Uhh, bilakah “jeda” ini akan hancur?

Kupungut resah di antara lelah yang memayah. Segala bentuk percaya bertemu dengan uji, haruskah?
Wahai gerimis kecil, terdengarkah olehmu aku memanggil? Serak tangisku di antara gigil. Terpisah dari-nya buatku kerdil. 

Aku takkan pernah bertanya tentang makna cinta, karena ia selalu hadir pada tiap doa di tengah rindu yang kupunya.
Masih kumiliki sebentuk percaya, di tengah-tengah mustahil yang menggurita. Karena cinta 'kan selalu merindukan doa