Minggu, 30 Maret 2014

Keajaiban Jodoh



Menikah dengan jodoh impian adalah dambaan bagi setiap insan. Namun meraih harapan untuk bisa bersatu dengan sang pujaan, mengarungi hidup dengan jodoh impian, ternyata tak selalu mudah. Jangankan untuk bersatu, terkadang proses untuk “menemukan” jodoh impian pun bagi sebagian orang sangatlah sulit. 

Kadang semakin dikejar, semakin menjauh. Saat kita tidak peduli, dia malah makin mendekat. Ada pasangan yang sudah hampir menikah, segala persiapan sudah lengkap, tapi ternyata kandas juga akhirnya. Ada juga yang belum punya perencanaan menikah, ternyata secara mendadak dan tidak terduga ia dipertemukan dengan jodohnya lalu tak lama mereka menikah.

Asam di gunung, garam di laut akhirnya bertemu juga di belanga. Itulah rahasia dari sebuah jodoh. Meski harus menempuh cara  yang panjang dan tak mudah, jika memang Allah telah gariskan untuk bersama, apapun caranya mereka pasti akan dipertemukan di pelaminan.

 Sekalipun  terkadang harus merasakan sakit, putus asa ketika berusaha untuk meraihnya, dan harus menerima kenyataan bahwa impian untuk bersama sang jodoh idaman harus terkubur rapat-rapat. Namun tak jarang juga, saat kita merasa telah menyerah dengan banyaknya halangan untuk bersama, tiba-tiba Allah memberi jalan yang tak disangka-sangka.

Ini adalah sebuah kisah dari seorang teman, dan kebetulan sedikit banyak aku ikut terlibat dalam kisah perjuangan cinta mereka.

Sebut saja namanya Arti. Dia adalah anak kedua dari pasangan bapak dan ibu Ahmad. Sebelum ini, aku tak begitu mengenal Arti, karena aku adalah teman adiknya, yang bernama Arni. Aku dan Arni sangatlah akrab, hingga otomatis aku dan keluarganya seumpama keluarga dekat.

Namun dari seluruh keluarga Ahmad ini, yang paling tidak kukenal adalah mba Arti. Mungkin karena selama ini, dia tinggal di Bandung, dan menjadi seorang mahasiswi di sebuah perguruan tinggi swasta di sana. Setahuku kuliahnya hampir selesai, dan beberapa bulan lagi ia akan di wisuda itu cerita yang kudengar dari cerita kedua orangtuanya.

Ayah dan ibunya sangat bangga kepada Arti karena telah berhasil menguliahkan Arti hingga hampir tamat, meskipun mereka cuma berasal dari keluarga sederhana. Pak Ahmad adalah seorang penjaga sekolah sedangkan istrinya ikut membantu dengan membuka kantin di sekolah yang sama. Meski berasal dari keluarga yang sederhana tapi semangat mereka untuk memberikan yang terbaik untuk anak-anak sangatlah besar. Anak pertama mereka cuma lulusan D3, dan kini sudah menikah.

Dari cerita mereka aku tahu kalau bapak dan ibu Ahmad ini sangat sayang sekali dengan mba Arti. Dia adalah sosok yang selalu dijadikan contoh untuk adik-adiknya, selain pintar dia juga solehah. Tak jarang aku mendengar betapa mereka sangat menyanjung sosok mba Arti di depanku, sehingga sosok bernama Arti terlalu sempurna di mataku. Hingga saat dia pulang ke rumah, aku agak sungkan untuk bercerita dengannya. Tidak seperti anggota keluarga Arni yang lain.
Hingga tibalah hari itu.
“En, kamu tolongin mba Arti ya.” Pinta Arni tiba-tiba
“ Tolong apaan?” Tanyaku kaget
“Mba Arti sekarang di rumah, dan dia butuh bantuan.”
“Emang udah selesai kuliahnya, bantuan apa?”
“Belum, tinggal nunggu wisuda. Tapi selama itu mba Arti gak boleh ke Bandung lagi, dia gak boleh kemana-mana. Bapak sama mamah marah besar.” Terang Arni
“Haahh..?” Jawabku kaget

Lalu Arni menceritakan semuanya padaku, katanya seminggu yang lalu mba Arni pulang ke rumah. Namun kepulangannya kali ini agak lain dari kepulangan yang biasa. Biasanya tiap liburan dia pulang untuk menghabiskan waktunya bersama keluarganya. Kali ini selain mengabarkan bahwa dia sudah lulus dan akan wisuda bulan Oktober mendatang, tapi juga dia ingin memberitahukan orangtuanya tentang sebuah hal.

Kepulangannya kali ini ditemani oleh seorang lelaki, lelaki yang kemudian aku panggil sebagai Aa Yo. Maksud mereka datang adalah untuk memperkenalkan Aa Yo kepada orangtua Arti. Ternyata di Bandung sana Arti sudah dita’arufkan oleh Murobbinya dengan seorang ikhwan yang namanya Wahyoko, namun lebih akrab disapa Aa Yo.

Dan nampaknya ta’aruf di antara keduanya berjalan lancar, dan dari kedua belah pihak telah setuju untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya yaitu pernikahan. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk memberitahukan rencana ini kepada kedua orangtua masing-masing. Keluarga Aa Yo sepertinya setuju saja dan mendukung rencana mereka berdua. Tetapi tidak dengan kedua orangtua Arti, rencana baik mereka ditolak mentah-mentah. Bahkan Aa Yo, langsung diusir oleh Bu Ahmad saat itu juga. Dan mengancamnya dengan keras jika dia sampai berani datang lagi. 

Dalam kasus ini yang paling terpukul dan paling keras penentangannya adalah Bu Ahmad. Karena setelah kejadian itu, kebetulan aku bersilaturahmi ke rumahnya. Mungkin karena kita sudah terlalu akrab, dan mereka menganggapku seperti anaknya sendiri, maka tanpa sungkan mereka berbagi cerita kepadaku.

Dari sinilah akhirnya aku tahu, bahwa alasan utama mereka menolak keinginan Arti adalah mereka merasa shock. Mereka kecewa, karena belum juga Arti resmi menyandang gelar sarjana, wisuda pun belum terlaksana, tetapi sudah memutuskan ingin menikah.

Orangtuanya sangat berharap bahwa dengan sekolah tinggi, kelak ia akan bekerja memperoleh pekerjaan yang baik, berpenghasilan tinggi dan dapat mengubah kondisi perekonomian keluarga menjadi lebih baik. Tapi kenyataannya, apa yang didapat sekarang? Lulus saja belum, tapi sudah berani mengajukan niat untuk menikah.

Lalu kedua orangtua Arti bertindak tegas padanya, dia tidak diijinkan pergi kemana-mana, mereka juga memutuskan untuk tidak memberi kesempatan bagi Arti untuk wisuda.
“Tak perlu wisuda, kalau mau wisuda, bayar saja sendiri!”
“Kalau mau menikah dengan dia, terserah.  Bapak dan Ibu tidak akan pernah datang. Anak-anak Ibu masih banyak, lebih baik kehilangan satu anak, Ibu ikhlas.”
“Untuk apa memelihara anak yang tidak tahu berterimakasih dan tidak tahu diri seperti kamu!” Ucap Bu Ahmad suatu hari pada Arti.
Sungguh, aku yang melihat sendiri bagaimana kecewanya kedua orangtua ini. Anak yang dulu dihadapanku begitu mereka banggakan, tapi kali ini mereka begitu tega mau mengusirnya. Sungguh perubahan yang amat drastis.

Mba Arti pun tak kalah sedihnya, semenjak itu kami jadi akrab. Bertiga bersama Arni, kami sering ngobrol. Seluruh keluarga besar Arti seakan memusuhinya, dan menjaga jarak, kecuali Arni karena memang mereka dari dulu sangat akrab dibanding saudara lainnya. Disamping itu mereka berdua juga mempunyai pemahaman yang sama.

Lalu keluarlah sebuah ide dari Arni, memintaku untuk menolong mba Arti.
Gubrakk!!
“Masalah pelik begini kok malah aku diikutsertakan,” ujarku mendelik.

Setelah melalui perdebatan yang tidak seimbang, 2 : 1, maka aku pun menyerah. Setelah dipikir memang Ibu Ahmad agak kelewatan, beliau tidak bisa menahan emosi, sampai akhirnya gelap mata dan berbuat kasar pada salah satu putri kesayangan mereka. Memang awalnya aku juga bersimpati dengan mereka, harapan mereka terhadap anaknya yang begitu besar tiba-tiba musnah, meski aku belum menjadi orangtua namun aku sedikit bisa merasakan kekecewaan itu. Namun, sikap yang ditunjukkan mereka terhadap Arti tak harus seekstrim itu.

Aku diminta mba Arti untuk menjadi “penghubung” antara dia dan Aa Yo serta Murobbinya yang tinggal di Bandung. Karena Bu Ahmad melarang penggunaan hp, dan mewanti-wanti anak-anaknya yang lain untuk membantu mba Arti. Beliau sengaja memutus semua akses mba Arti dengan Aa Yo juga dengan Murobbinya dan seluruh akses bernama “Bandung”.

Aku dianggap sebagai satu-satunya jalan keluar, karena aku orang luar yang dekat dengan keluarga ini. Sehingga orangtua Arti tidak akan curiga kalau aku sering bolak-balik main ke rumah, karena aku sudah biasa. 

Lalu sandiwara itu dimulai, aku yang mengabari Aa Yo tentang perkembangan mba Arti dan keluarganya di Tegal. Termasuk menentukan jadwal yang tepat kapan mba Arti menelpon Aa Yo, Murobbi dan kawan kuliahnya untuk sekedar menanyakan info kampus terbaru. Kadang aku datang ke rumah, tapi juga kita mengadakan pertemuan singkat di jalan agar orangtua Arti tidak terlalu curiga. 

Selama masa “penahanan” ini akhirnya mba Arti memutuskan untuk bekerja. Aku sendiri tak percaya, seorang akhwat cantik yang sebentar lagi menyandang gelar Sarjana Ekonomi bekerja sebagai buruh pabrik rokok di kotaku. Tak ada pilihan lain katanya, meski ia sendiri tak mau bekerja di perusahaan rokok tersebut.

Terkadang aku pun masih berbincang-bincang dengan Pak Ahmad dan Bu Ahmad, namun tiap kali kami berbincang selalu saja membahas tentang Arti. Termasuk hari itu, betapa terkejutnya aku ketika mereka memberitahuku bahwa mba Arti akan dijodohkan dengan seseorang, sebut saja Yono.

Ah, saat itu kondisinya semakin memburuk. Pasangan Ahmad ternyata “memaksa” mba Arti untuk menikah dengan mas Yono. Anak dari teman dekat dekat Bu Ahmad, alasannya dari dulu merekalah yang membantu keluarga Ahmad, termasuk saat mereka meminjam uang untuk biaya kuliah mba Arti.

Sudah pasti mba Arti, menolak mentah-mentah rencana tersebut. Namun semakin menolak, maka semakin kencanglah tekanan yang dia peroleh. Hingga suatu hari dia memintaku untuk menemaninya menemui Aa Yo di Cilacap, tempat tinggal asli Aa Yo. Rencana “pelarian” sejenak telah disusun, kita tak mungkin menemuinya di Bandung karena waktunya tidak akan cukup.

Kita berdua pergi pagi-pagi, kebetulan mba Arti biasanya masuk kerja pagi. Dengan tetap memakai seragam kerja dia menjemputku ke terminal, menikmati perjalanan sekitar 4 jam. Aku jadi penasaran seperti apa sih Aa Yo ini, orang yang selama ini cuma aku dengar suaranya lewat telepon.

Dan akhirnya kami pun bertemu, tidak membuat pertemuan di restoran, kafe atau apapun. Tapi kami bertemu di masjid, dan sosok Aa Yo memang sosok yang santun, berwibawa dan dewasa, layak untuk dijadikan pemimpin. Entah alasan apa yang membuat orangtua Arti tidak suka, apa karena dia tidak kaya. Tapi dia sudah bekerja di sebuah perusahaan coklat terkenal di Bandung.

Perjalanan yang lama, perjuangan yang panjang hanya dituntaskan dengan pertemuan selama dua jam saja. Kukira mereka akan membahas tentang apa, membuat gebrakan apalah atau mungkin kawin lari dalam pikiranku. Tapi ternyata mereka hanya membahas kata “sabar”. Oh My God, setelah semua yang terjadi, dan usaha keras untuk bertemu yang ada hanya kata sabar?

Keadaan tak semakin membaik, mba Arti semakin “ditekan”. Tak lama setelah pertemuan itu, Aa Yo kembali menemui orangtua mba Arti. Namun seperti pertemuan sebelumnya, dia kembali diusir dan justru dipertemukan dengan calon yang rencananya akan dinikahkan dengan mba Arti. Emosi orangtua mba Arti masih saja memuncak, malah semakin memaksa mba Arti untuk segera menikah dengan lelaki pilihan mereka. Jika tidak, dia dipaksa untuk mengembalikan uang yang selama ini digunakan untuk membiayai kuliahnya, ancamannya kali ini tidak main-main.

Lalu di suatu pagi, mba Arti berkata padaku bahwa dia menyerah.
“Aku ingin menjadi anak yang berbakti, seperti mereka dulu menganggapku,"
“Aku memang mencintai Aa Yo, tapi jodohku mungkin adalah Mas Yono.”
“Rasanya menyedihkan ketika kita dianggap durhaka oleh orangtua sendiri. Mungkin aku tak boleh selalu egois, tak ada salahnya membahagiakan mereka ketika  masih bisa. Meski caranya harus seperti ini.” Ujarnya sambil terisak.

            Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Kisah ini sudah selesai, aku tak pernah berkomunikasi lagi dengan mba Arti ataupun Aa Yo. Hingga suatu hari Arni datang, dan memintaku untuk datang ke rumahnya.
“Mamah sudah tahu semuanya Mba, bahwa selama ini Mba lah yang menjadi penghubung diantara mba Arti dan Aa Yo.” Terang Arni dengan raut pias.

            Yah, aku terima saja resikonya. Tak salah lagi, aku langsung di sidang dihadapan pasangan Ahmad. Beribu cacian yang kudapat, seperti orang yang duduk di kursi pesakitan tanpa didampingi pengacara untuk membela. Termasuk Arni, dia hanya diam saja. Meski aku yakin pasti dia pun takkan terima, tapi baguslah jika dia bicara mungkin malah urusannya makin panjang.

            Aku tak melihat Arti di sana kala itu, dimana dia, bagaimana keadaannya, jadikah ia menikah dengan Mas Yono?
Bulan berlalu, dan tak pernah tahu lagi kelanjutan kisah ini. Kunjunganku ke rumah mereka, sengaja aku kurangi. Hingga suatu hari, Arni datang ke rumahku sambil membawa undangan.

            Ternyata undangan pernikahan mba Arti dan Aa Yo. Masya Allah, aku benar-benar kaget sekaligus bahagia. Bagaimana bisa?
Tapi aku tak peduli, dan tak ingin juga bertanya. Saat hari pernikahan itu, benar-benar yang kulihat adalah dua orang yang kutemui di Cilacap. Yang bertemu lalu hanya membahas sabar, dan aku gemas sekali dibuatnya.

Lihatlah perjuangan mereka, dan tampak semua keluarga berkumpul dan berbahagia. Kisah yang menakjubkan dan aku bangga menjadi bagian dari kisah mereka. Semoga Allah memberkahi pernikahan kalian, yang dilaksanakan pada bulan Syawal. Pasangan berbahagia ini sekarang telah dikaruniai Allah tiga orang anak, Alhamdulillah. Inilah buah kesabaran dan kerja keras yang ikhlas, Allah pasti memudahkan.

Pernah Milikmu



Taman hati yang dulu hanya milikmu
Kini musnah teranggas kemarau
Semak liar tlah subur mengganti
Hati penuh cinta, kini luka bertabur benci

Bunga cinta yang dulu kau tanam
Hadirkan aroma wangi dendam
Sadarkah kau telah remukkan segala
Indah cinta jadi hampa merana

Kini, bersama musim semi kau datang
Tawarkan sebentuk asa yang hilang
Ku tak ingin lagi mengulang
Indah cinta pertama berujung perih
Biar kunikmati manisnya luka ini sendiri

Diriku tak kan sama lagi
Kenangan dulu tiada arti
Hati yang dulu, kini tlah merapuh


event menulis



Ada pepatah mengatakan “Jodoh tak akan lari kemana.” Saya termasuk salah satu yang mempercayainya dan yakin bahwa urusan jodoh, Tuhan sendirilah yang akan menentukan jalannya. Banyak pasangan dipertemukan melalui cara aneh bahkan tidak masuk akal. Yah memang begitulah “Jodoh”.

Hal itulah yang menginspirasi diadakannya event ini. Silakan sobat tulis kisah nyata, tentang perjuangan menemukan jodoh atau keajaiban-keajaiban yang terjadi sehingga berhasil menikah dengan sang pujaan hati. Mengenai kejadian tak terduga sehingga gagal menikah juga bisa tapi tetap harus bernilai positif (bukan hanya curcol). Boleh berdasarkan pengalaman pribadi atau orang lain.

Syarat mengikuti event:
*)  Bergabung dalam Group Penerbit Mafaza media http://m.facebook.com/groups/901790979866133?refid=27
*)  Mengikuti (follow) twitter Penerbit Mafaza Media... di https://twitter.com/mafazamedia
*)  Copas pengumuman event ini di note fb dan tag 25 teman sobat yang menggeluti bidang literasi
*)  Satu orang hanya boleh mengirimkan satu naskah
*)  Jika berdasarkan pengalaman orang lain, tulis pengalaman siapa dan bagaimana cara Anda mengetahuinya

Ketentuan naskah:
1)  Judul bebas dengan tema: 'Keajaiban Jodoh' dalam bentuk cerpen/FTS, DL 5 Maret 2014
2)  Bebas porno dan sara, mengandung nilai positif dan menginspirasi pembaca
3)  Belum pernah dipublikasikan melalui media cetak maupun online manapun dan tidak sedang diikutkan lomba serupa
4)  Gunakan bahasa sederhana (No Alay yah!)
5)  Diketik dalam Ms. Word 5-7 halaman A4, TNR 12, spasi 1.5
6)  Simpan dengan nama file: Judul Naskah_Nama Pena (boleh nama asli)
7)  Tulis berupa lampiran/attachment (badan email biarkan kosong)
8)  Kirim ke nulisbermanfaat@gmail.com dengan subyek #KeajaibanJodoh
9)  Di akhir naskah sertakan nama asli dan  biodata narasi penulis secukupnya

Point yang dinilai:
  1. Kesesuaian dengan tema
  2. Alur yang mengalir
  3. Penokohan, konflik dan resolusi
  4. Sarat hikmah dan inspirasi
*Harap perhatikan tanda baca dan aturan EYD

Sebagai stimulus adrenalin, tersedia hadiah menarik bagi pemenang :)

Juara 1: Kiriman paket 3 Novel keren ; "Mata Kedua + Hati Kedua" langsung dari Ramaditya Adikara ples tanda tangannya (waow!) juga Novel terbaru "Keping Hati" langsung dari para penulisnya loh Rina Rinz, dkk (Surprise! Bersiaplah jadi pembaca perdana novel keren ini!)

Juara 2: Satu paket Novel “Keping Hati” karya Rina Rinz, dkk + pulsa senilai 10ribu rupiah (Hush! Masih mending ples pulsa kan?)

Juara 3: Satu paket Novel “Keping hati” karya Rina Rinz (hehee.. Alhamdulillah)

Daaaaaannn...
*Naskah paling menarik dan inspiratif akan mendapat 1 buku terbit+1 lembar sarung jok motor senilai 50 ribu rupiah (makanya buat seinspiratif mungkin yah) ;)

Note:
Akan dipilih 25 naskah terbaik yang diterbitkan secara indie di Penerbit Mafaza Media, seluruh kontributor mendapat diskon 10% di setiap pembelian, berlaku kelipatan.
Update peserta dilakukan maksimal 3x melaui group ini juga bisa dilihat di http://lintang-tsuraya.blogspot.com Pertanyaan mengenai event ini hanya akan dilayani melalui tweet mention @lintang_tsuraya


Mari menebar manfaat dan mengukir prasasti pribadi dengan berkarya!
“Semua ilmu juga ide akan mati dan terkubur bersama si pemilik, kecuali buah pikiran yang sempat ditulisnya.”

Wanita Hebat



Jika ditanya apakah aku ingin menjadi wanita karir atau ibu rumah tangga, maka dengan pasti akan kujawab,tidak keduanya!

Dulu dalam pandanganku, menjadi seorang wanita karir adalah sebuah simbol kesuksesan. Terkesan elegan, cerdas, dan penuh prestise. Sedang figur seorang ibu rumah tangga dapat dikatakan sebuah simbol keterkungkungan dan ketinggalan zaman.

Namun itu dulu, pandanganku kini telah berubah, menjadi seorang wanita karir bukanlah lagi sebuah impian. Karena sejak aku tahu bahwa dalam Islam justru kedudukan wanita lebih mulia jika ia tinggal dalam rumah mengurus keluarga.  Bahwa seorang ibu adalah madrasah “sekolah” awal bagi anak-anaknya, saat itulah aku mulai mulai memikirkan untung-rugi menjadi seorang wanita karir.

Aku sendiri sekarang bekerja menjadi seorang guru TK. Dan di posisiku sekarang justru aku banyak memperoleh pengalaman, bersinggungan langsung dengan anak-anak yang kedua orangtuanya adalah seorang yang amat sukses dengan karirnya. Dan ibu mereka adalah seorang wanita karir.

Di awal ketika anak-anak ini masuk sekolah, tak pernah aku melihat seperti apa figur / tampang kedua orangtuanya. Karena yang selalu datang mengantar dan menjemput ke sekolah adalah pengasuhnya. Begitu juga ketika aku datangi rumahnya, saat bermaksud ingin menjenguk karena sakit, yang kutemui hanyalah sang pengasuh. 

Dan yang juga pernah membuatku sedih adalah, ketika tiba saatnya pulang sekolah ada salah satu anak yang menangis sambil memegangiku,
“Aku mau pulang sama Bu guru aja, gak mau ke rumah.” Ucapnya suatu hari.
Sebenarnya kejadiannya biasa saja dan sering terjadi, namun entah kenapa itu membekas di hati. Setelah seharian jauh dari rumah, biasanya justru anak-anak akan kangen rumah dan ingin segera pulang ke rumah. Namun dia justru tidak mau pulang ke rumah, dalam batinku berkata apakah jika orangtuanya mendengar kata-kata anaknya ini tidak sedih?

Apalagi jika umur mereka masih balita, tentunya sangat membutuhkan kasih sayang dan perhatian khususnya dari seorang ibu. Bagaimana jika akhirnya anak lebih memilih dekat dengan orang lain daripada ibunya sendiri, tentunya sangat menyakitkan. Tapi jangan salahkan mereka, karena itulah kenyataannya bahwa mereka merasa “ tidak disayangi” ibu.

Aku pun sering mendapati anak-anak yang temper tantrum (emosi meledak-ledak). Dan setelah kucari tahu, ternyata dia kurang kasih sayang, ibunya sibuk dan sering ke luar kota.
Sedikit alasan itulah yang meyakinkanku bahwa aku tak ingin lagi menjadi wanita karir seperti dulu. Dan Alhamdulillah, ternyata aku ditakdirkan menjadi seorang guru. Memang profesi guru pun nantinya jika aku sudah berumah tangga tetap membuatku meninggalkan rumah. Namun setidaknya jam kerjaku tidak sampai sore atau malam, sehingga aku masih mempunyai banyak waktu untuk keluarga.

Namun tak lantas membuat anak-anak yang ibunya, tidak menjadi wanita karir atau hanya menjadi seorang ibu rumah tangga berarti menjadi anak yang “baik-baik” saja. Tidak selalu begitu, karena aku pun banyak menghadapi kelakuan “aneh” dari anak-anak ini.

Hal itu bisa terjadi karena mungkin saja ibunya tidak tahu bagaimana seharusnya mendidik anak yang benar. Meskipun dia tinggal di rumah namun jika tidak tahu bagaimana menjadi seorang ibu rumah tangga yang baik dan mengetahui cara mendidik anak yang benar, maka hal itu percuma saja.

Padahal untuk menjadi seorang ibu rumah tangga pun sebenarnya tidak mudah. Dibutuhkan ilmu yang cukup, tidak cuma jasadnya saja yang hadir di rumah tetapi tidak menghadirkan ruhiyah dan niat yang benar serta tulus untuk membentuk rumah tangga dan mendidik anak.

Banyak kutemui anak didik yang ibunya di rumah, namun anaknya juga tidak terurus. Ibunya sibuk di luar, atau juga ada yang meski ibunya tinggal di rumah namun tidak mempunyai kesabaran yang cukup dalam mengasuh anaknya.
Ah, dua fenomena itulah yang sering aku temui dalam kehidupanku sehari-hari. Meski tidak menutup mata, ada juga seorang ibu yang juga berperan sebagai wanita karir namun anak mereka tetap memperoleh perhatian yang cukup. Dan ada pula sosok ibu-ibu rumah tangga yang hebat.

Sedang aku sendiri memilih untuk tetap menjadi seorang guru TK. Karena sebagai guru TK sedikit banyaknya aku sedang belajar untuk mendidik dan mengurus anak. Mengetahui perkembangan anak, sehingga bisa digunakan untuk bekalku kelak dalam mendidik anak. Selain itu, dengan menjadi guru aku mempunyai banyak waktu untuk bersama keluarga dan menjadi ibu rumah tangga yang baik.

Jadi, antara pekerjaan dan keluarga dapat kuseimbangkan. Aku bisa mendulang manfaat dan pahala dari dua hal yang kulakukan. Menjadi apapun itu, keluarga nomor satu. Jadilah wanita yang bermanfaat dan bermartabat, itulah wanita hebat.