Sabtu, 12 Desember 2015

Teman yang hilang

Teman yang hilang...

Sepucuk suratku mungkin tak pernah 'kan terbaca olehmu
Seuntai harapku tak jua terlihat olehmu
Dan selaut rinduku tak pernah mengering untukmu

Kau yang kupanggil teman,

Masihkah hatimu serindang dulu
Masihkah senyummu sehangat kala itu

Teman, betapa sesungguhnya aku merindu
Saat kita saling menggenggam jari dan berjalan bersama di masa sulit dulu

Menyusur jalan-jalan terjal yang Tuhan hamparkan di hidup kita
Kala saling berganti mengusap airmata
Memberikan sepasang bahu tuk bersandar, kala mulai lelah
Dan tersenyum riang menertawai segala kebodohan kita

Masih ingatkah, ribuan kilo yang pernah kita tempuh hanya untuk berlari dan sembunyi,
ketika dunia mengusik dan mencaci?
Dan kita berdua saling menguatkan

Lalu dimana masa itu kawan?
Dan, dimanakah kau kawan?

Semua kisah kita terkubur oleh kesalahpahaman

@ennie 5:44 am

Rabu, 02 Desember 2015

Asal-muasal

"Ustadah, cacing terbuat apa?" Tanya Tian dengan wajah penasaran menatapku. Sontak saja aku kaget, namun kututupi dengan wajah kaget yang dibuat-buat. Padahal sejujurnya aku memang benar-benar sedang tak siap menerima pertanyaan tak biasa tersebut.

"Cacing itu terbuat dari tanaman," timpal Alif. Namun Angga langsung membantah dengan jawaban yang makin membuatku harus menahan senyum.
"Cacing itu terbuat dari makanan!" Katanya.

Anak-anak itu menatapku, seakan menunggu penjelasan. Yah, bagi anak-anak kecil, orang dewasa terutama orangtua apalagi guru dianggap tahu segalanya.

Padahal, justru orang-orang dewasa terkadang sering "mati kutu" saat harus berhadapan dengan pertanyaan polos dan simpel dari anak-anak.
Secara teori, jika dibandingkan besar versus kecil, maka sudah pastilah besar akan menang dan menguasai segalanya.

Tapi tidak ketika kita menghadapi anak kecil, apalagi jika usianya masih balita. Secara psikis dan emosi belum terkendali. Dan tak kalah seringnya, celoteh, ucapan dan pertanyaan-pertanyaan mereka membuat kita seperti cacing kepanasan.
Ketahuilah bahwa pertanyaan anak-anak itu wajib sekali hukumnya dijawab.

Selasa, 14 Juli 2015

Senandung Doa

Dear Allah,



Kini Kau tlah hadirkan seseorang dari sisi-Mu

Seseorang yang akan...

Menggenapi separuh Dien-ku

Mendampingi langkahku kelak



Seseorang yang dengannya, aku akan..

Membariskan ketaatan bersama

Membingkai kasih dalam balutan Mahabbah-Mu

Saling menggenggam tuk mencari keridhoan



Wahai Pemilik Kalbu,

Jagalah hati dan jiwa kami untuk selalu mengingat-Mu

Kuatkan jejak langkah kami menyusuri tangga ridho-Mu



Karena kami tahu,

Akan banyak langkah yang terseok

Niat yang tak sejatinya murni

Dan laku yang tak Kau ridhoi



Namun,

Pada-Mulah kembali segala urusan

Maka kekalkanlah pertemuan kami

Sejatikan rindu kami

Hingga di penghujung hari



Satukan kami kembali,

di naungan jannah-Mu, kelak.

Kamis, 18 Juni 2015

Gosong, Kakaaa

Seharian nomor +622130069795 menghubungiku berkali-kali. Dilihat sepertinya sih nomor dari Jakarta ya, dilihat dari kode areanya.

Penasaran juga, barangkali itu nomor teman atau saudara. Ah, tapi kalau memang dia ada kepentingan pasti menelponku lagi.



Benar juga, sekitar pukul 4 sore nomor itu kembali menelpon.



"Hallo selamat sore, ini dengan Maha...(gak tau nama lengkapnya tadi). Bisa bicara dengan ibu Qurotul Aeni?"



"Ya..."



"Maha dari .....reka mandiri bisa minta waktu sebentar?"



"Oke..." jawabku



Dan, bla..bla..bla...

Ahh, ini bukan pertama kalinya aku mengalami hal begini. Ujung-ujungnya modus penipuan biasanya.



Dan ketika dia berbicara ke intinya, "Bagaimana Ibu..?"



Mendadak saja, aku mencium bau menyengat dari belakang.



"Gosoongg..goossonngggg..."



"Buu...Ibuu, bagaimana?"



"Maaf gosong!"



Klikkk.

Kamis, 28 Mei 2015

Tunggulah

kalau ada yang bertanya, aku mencintainya atau tidak. Maka jawabku adalah, "entah".

Sungguh, aku pun tak tahu. Seperti halnya tumbuhan, bukan sehari ia butuh waktu untuk bisa tumbuh besar, berbatang kokoh, berdahan rindang, berbunga lalu berbuah.

Bukankah awalnya, ia hanya sebutir benih? Dan sebelum disemai dibutuhkan waktu untuk menggemburkan tanah. Lalu ditanam, dipupuk, dan disiram. Setelah itu dirawat, disiangi dari gulma.



Berhari, berminggu hingga berbulan ia akan muncul tunas lalu perlahan tumbuh. Dan sekarang, ia menjadi sebuah pohon besar yang rindang dan berbuah lebat. Mudahnya, anggap itu sebagai sebuah perasaan cinta. Cintaku tidak mudah tumbuh dan tiba-tiba menjadi rindang begitu saja. Hatiku tidak memproduksi perasaan cinta dengan tiba-tiba. Butuh waktu. It's just a matter of time, i'm sure. Perlahan saja, bersabarlah. Yah, kau pasti khawatir itu wajar saja. Jangan kau merasa bahwa cintamu hanya bertepuk sebelah tangan saja. Please don't worry.



Perbesar saja rasa cintamu, aku kan mampu merasainya. Perkuat saja yakinmu, aku kan mampu merabanya. Sungguh, tiada yang kuragu dari dirimu ini hanya tentang sedikit waktu.

Biar cintaku tumbuh dengan sendirinya, biar ia merindang dan berbunga selayaknya. Tepat pada waktunya dan indah pada musimnya. Usah risau tentang rasamu yang belum berbalas, mungkin belum saatnya ia memetik kuncup. Tunggulah sekejap sampai kuncup-kuncup bermekaran. Sekalian mampu kau hirup jua harumnya.

Lalu kau kan melihat sebuah bunga mekar bermahkota indah nan harum. Tepat pada masanya, bersemi pada musimnya.



Itulah cintaku, dear.



29 Mei 2015, 12:43 am

Rabu, 27 Mei 2015

Senja Berpulang

Apa yang kau tahu tentang senja?



Bagiku, ia bukan sekedar mentari yang kelelahan dan bersiap 'tuk sembunyi dari balik selimut cakrawala. Bukan pula tentang semburat jingga yang terlukis di langit. Ia bagiku merupakan kumpulan-kumpulan rindu yang terlantar.



Aku sendiri tak terlalu mengerti, mengapa teramat mencintai senja. Padahal terkadang ia hanya membuat sesak saja. Sebab, hanya karena menunggumu, aku tak pernah sekalipun melewatkan kepergian senja. Sesekali berharap, ketika senja berpulang saat itulah kau tiba-tiba datang.



Itu hanya sebuah ingin, nyatanya penantian padamu terkadang membuatku terkapar. Entahlah di samudera yang mana kau sedang terdampar. Aku di sini hanya mampu meneriaki camar-camar yang beranjak pulang ke peraduan.



Di reriuh debur ombak itu, mampukah kau dengar teriak-ku?

Angin laut dan ombak pun menyatu, saling bersisian berlari mengantarkan kepergian senja. Lihat, dunia kian temaram. Namun tak se-temaram hatiku, yang kian mengabut pilu.



Mentari 'tlah berpulang sekarang, penuh rasa bangga mampu memberi cahaya pada dunia.

Dan kepulangan senja pun seakan mengiringi pula "kepergian"mu selamanya dari hidupku. Inikah mau-mu?



Sekarang, senja boleh saja pergi. Namun ia pasti 'kan datang lagi esok hari. Tetapi kau?



Bilakah masanya kau kan kembali lagi di hidupku?

Pada bilangan senja yang keberapa, kau 'kan kembali hadir dan melukiskan rona jingga pada hidupku?



Ataukah, kau hanya akan menjadi malam selamanya? Suguhkan pekat di hari-hariku. Tinggalkan temaram di hatiku dan sisakan airmata di hidupku.



Untuk kau yang takkan pernah kembali, aku hanya mampu menatap senja sore ini. Menggurat wajahmu pada mega, bisikkan namamu di embusan lemah bayu. Dan berkata, "Aku 'kan selalu merindu".



Kini senja 'tlah berpulang sayang, namun wajahmu takkan pernah terbenam.


27 Mei 2015

Selasa, 19 Mei 2015

Pendaki Galau

"Hey, kamu mau mendaki?"



"Iya," jawabku tanpa melihat ekspresi laki-laki yang duduk di depanku. Aku tahu, dia pasti akan menanyakan hal ini karena sering sekali kuposting tentang pendakian.



"Jangan, aku gak setuju deh. Itu berbahaya, terlalu beresiko apalagi kamu perempuan." Jawabnya



Aku tak terlalu fokus menatap wajahnya saat ia bicara, namun dari intonasinya mampu menggambarkan rasa tidak setujunya.



"Kenapa? Kamu kan tau kalau aku suka jalan-jalan. Dan mendaki adalah salah satu hal yang harus ingin sekali aku lakukan. Pasti seru." Jawabku bersemangat



"Iya, aku tahu. Aku gak pengen kamu kenapa-napa, jangan mendaki dulu yah. Nanti saja kita mendaki berdua, biar aku bisa jagain kamu."



"Yeeey, kapan itu? Kelamaan!"



"Itu tergantung kamu".



"Kok aku sih? Aku ya pengennya secepatnya."



"Kalau gitu, ijinkan aku mendaki hatimu dulu. Setelah kumampu menaklukkan gunungan hatimu yang paling tinggi, percayalah, kau kan kuhalalkan. Lalu kuajak mendaki ke puncak manapun kau suka."

Aku akan selalu di sampingmu kala kau lelah dan butuh sandaran. Mengulurkan tangan untuk meraihmu di tebing-tebing yang sulit. Percayalah, pendakianmu kan selalu menyenangkan bersamaku. Lalu setelah pendakian yang sulit itu, akan kuteriakkan "i love you" dari atas puncak gunung agar seluruh alam tahu. Indah bukan?" Jawabnya panjang lebar dengan intonasi yang merdu, dan belum pernah kudengar sebelumnya.



Lagi-lagi ku tak mampu menatap wajahnya, karena tiba-tiba aku terbangun dari tidur siang.



Emaaakk, jebul hanya mimpi hiks

Senin, 11 Mei 2015

Pujangga "Kawak"an



Kumasuki ruangan kelas, dan mengawasi anak-anak yang sedang bermain. Untuk anak berusia sekitar 4 tahunan, bermain lego termasuk salah satu yang menarik minat mereka. selain aktifitas fisik tentunya. Jangan tanya tentang kegaduhan saat free play ini, bagi yang tidak biasa, aku yakin kondisi seperti ini bisa membuat sakit kepala (haha, curhat). Tapi ini betul.

Anak-anak berlarian, tertawa, bertengkar dan menangis karena berebut mainan itu hal yang lumrah terjadi. Seperti kala itu, baru sebentar kududuk untuk mengawasi dan melepas lelah, tiba-tiba datanglah Yusuf sambil menangis tersedu.

“Ada apa Mas, kok menangis?” Tanyaku sambil menampakkan wajah penasaran (padahal wajah asliku adalah lelah, tetapi menjadi seorang guru TK itu harus lebay, eh tidak harus ding)
“Itu Anes, gak mau berbagi mainannya. Punyaku direbut, padahal dia sudah main balok. Legonya juga diambil.” Ujarnya sambil terisak

Padahal aku sedang lelah, plus pusing. Kondisi seperti ini menguji kesabaranku tiap hari.
“Udah, kamu duduk aja di sini deket Bu Guru. Dengerin ya Yusuf, kamu itu laki-laki kan? Masa sih kamu nangis hanya gara-gara mainan?” ujarku pada laki-laki berusia empat tahun itu, “kamu tahu gak, tidak pantes kamu nangis hanya gara-gara soal sepele seperti itu. Dalam hidup ada hal-hal yang layak kamu tangisi, dan itu bukan mainan.” Ucapku serius sambil menatapnya (Aslinya sih, aku lagi capek dan malas turun tangan, upss)

“Dan aduh, Anes itu perempuan. Masa sih kamu nangis karena perempuan? Ayo kuat, main lagi saja sana. Kalau Anes bikin kamu nangis, ada temen lain yang bisa bikin kamu tertawa.” Aku makin berapi-api
Sungguh aku tidak bohong, Yusuf langsung diam dan mendengarkan. Entah dia mengerti atau tidak. Setelah itu dia langsung beranjak dari dekatku dan bergabung, bermain lagi dengan temannya yang lain. Dan yang aneh justru diriku sendiri. Kenapa bisa ngomong seperti itu pada anak kecil? Aku bengong. Haha 

Padahal seharusnya ketika bicara dengan anak, gunakan bahasa yang mudah dipahami anak. Tapi tak salah juga kita berpujangga pada anak. Siapa tahu kelak kau kan jadi pujangga, Nak. Pujangga betulan tentunya, tidak seperti gurumu ini. Hihi

Senin, 20 April 2015

Nasihat Pernikahan dari Anak TK

Nasihat Pernikahan Seorang Anak TK

True story #akudanmuridku



Pagi ini aku menerima sebuah undangan berwarna coklat. Rupanya seorang rekan kerja akan menikah di akhir pekan ini.



Kabar bahagia mengetahui seorang teman akan segera menyempurnakan separuh dien-Nya, di sisi lain muncul keresahan dalam diri. "Aku kapan ya?" Tak sengaja mampir dalam otak, dan itu langsung menyeretku dalam kegalauan terdalam secara mendadak.



Tanpa sadar kubaca undangan itu berulang-berulang sambil mengkhayalkan, "kapan namaku tercetak dalam sebuah undangan?" Haissshh



Dan ketika aku sedang berada dalam kegalauan mendalam, serta kecemburuan yang menusuk batin(ahh, lebay). Tiba-tiba datang seorang murid perempuanku, sebut saja Echa, membuyarkan pesta kegalauan.



"Lagi baca apa, Bu?"

"Ini undangan," jawabku pendek sambil memperlihatkan undangan itu padanya.

"Undangan menikah ya?" tanyanya lagi sambil mencoba membaca kalimat-kalimat yang tertera. Echa kebetulan sudah lancar membaca, tahun ini ia akan masuk SD.



"Oh, Bu Mia mau nikah ya? Terus Bu guru mau nikah juga?" Ia bertanya sambil menyorotkan matanya yang tajam ke arahku. Aku gelagapan, dalam hati aku berkata, "ya iyalah, itu yang dari tadi bikin aku galau."

Namun belum sempat kujawab, Echa justru mengatakan sesuatu yang bikin hatiku senot-senot.



"Bu Guru jangan nikah. Gak usah nikah pokoknya!" Ucapnya tegas. Gadis berusia 6 tahun dan bertubuh gemuk itu menatapku serius.

"Pokoknya jangan nikah, Bu. Nikah itu capek. Nanti Bu Guru ngepel, nyapu, masak terus nyuci. Capek khan?"

Omeigott, kau hanya membuat prosentase kegalauanku bertambah, Nak.



"Tapi Bu Guru kan kerja," kucoba menangkis jawaban anak kecil itu.

"Lah itu malah lebih capek, pulang kerja nanti mesti nyapu, ngepel, nyuci terus masak. Pokoknya jangan nikah!"



Ampuuunn, ini anak belajar dari siapa sihh? Kan aku makin galau, hiks.

Tapi apapun itu, jika jernih hati kita seharusnya bisa memetik "maksud" dari kata-kata bocah berusia 6 tahun itu.



Aku tak pernah menyangka, anak kecil mampu menyadarkanku akan sisi lain dari sebuah hakikat pernikahan itu sendiri. Jangan hanya memikirkan hal-hal yang indah saja setelah menikah, tapi banyak hal yang nanti harus kita hadapi dan jalani. Termasuk hal yang tidak kita sukai dan tak diinginkan. Ada amanah dan tanggung jawab yang berat di sana.



Untuk kalian yang akan menikah dalam waktu dekat, semoga SAMARA ya. Barokallaah.

Met Rehat, pals.



Sepotong kisah hari ini.

Rabu, 25 Maret 2015

Korban Drakor

"Mas Arya, bu guru sudah bilang kan? Kalau rambut Arya sudah mulai panjang, waktunya untuk dicukur, nanti bilang ke Mama yahh". Pintaku sambil mengusap rambut bocah yang hampir berusia 5 tahun itu. Arya terlihat mengangguk sambil menatapku.



Dua minggu sudah sejak hari itu, tapi sepertinya tidak ada perubahan pada rambut Arya. Malah semakin panjang saja. Belum lagi guru dari kelas sebelah yang mengingatkanku, kalau rambut Arya sudah "gondrong". Maka lagi-lagi kuingatkan Arya tentang rambutnya, aku takut kalau dia terkategori anak yang "tidak mau" cukur rambut seperti muridku dulu.



Hamzah, dia seperti ketakutan atau trauma sekali dengan aktifitas "cukur rambut". Sampai-sampai aku dan orangtuanya bekerjasama dalam menyukseskan acara "potong rambut" si Hamzah. Dan keesokan harinya setelah dicukur, aku harus dipaksa menjemput Hamzah untuk bisa ke sekolah. Dan kerennya lagi tenagaku dan Bunda Hamzah tak kuat untuk menahan kekuatan Hamzah yang terus meronta. Sementara sang ayah sudah menyerah di seberang jalan, dan meminta kami berdua untuk menyerah. Namun sang bunda menolak hingga becak yang kami tumpangi hampir saja terbalik.



Apa mungkin Arya juga seperti itu? Tapi ibunya tak pernah cerita, ataupun memintaku untuk memotivasi Arya. So, kenapa Arya tak jua memotong rambutnya yang sudah gondrong itu?

Kebetulan sore itu, ada silaturahmi bulanana yang dihadiri semua wali murid, tak terkecuali orangtua Arya.

"Bu, maaf Arya belum potong rambut. Kata Arya sudah disuruh potong terus sama bu guru. Nanti aja ya Bu, tunggu sedikit lagi biar nambah gondrong, biar kaya artis-artis Korea. Saya nge-fans Bu".



GUBBBRAAAKKK *Aku nelen hapeeeee

Oemjiiiiiii, ibuuuuuuu

Minggu, 22 Maret 2015

A Love letter to my fubby

Malam, kutatapi ribuan bintang yang berserak di segala penjuru langit. Dan tetiba, segala tentangmu membanjiri pikirku. Yah kau, kau yang tak pernah aku tahu, tak pernah aku kenal tiba-tiba mengusik hening malamku.

Where are you now, my dear? Masihkah di sana, di belahan bumi utara? Atau kini kau telah melewati ribuan kilometer, dan kian dekat denganku. Sungguh, andainya aku tahu.

Dear,

Have you ever miss me, or wondering about me?

Seperti yang kurasakan sekarang, merinduimu pada batas angan yang tak lekang.



Waktu berlalu, mendetak harap pada tiap detik bahwa kau kan segera datang.

But you still not come..

Bahkan bayu pun tak pernah mampu membisikkan namamu padaku



Lalu, ku hanya mampu merangkai doa dan tengadahkan wajah ke langit. Melontarkan rangkaian doa yang telah kupilin dengan jutaan yakin, berharap langit kan memberi jawab. Semoga Allah memberi cahaya tuk terangi jalanmu, menujuku. I hope soon you find your way to me. Dear, im waiting here.



Ya, kutahu kita tak pernah mengenal sebelumnya. Seperti apakah dirimu, dan bagaimanakah adanya dirimu kini.



Mungkin saja detik ini, di hati dan pikiranmu sedang dipenuhi oleh kehadiran seseorang dalam hidupmu. Ya seseorang, bukan aku.

Namun kupercaya dengan sepenuh jiwa, jika aku adalah takdirmu, no hell can burn your frozen love to me.



Atau mungkin, kau sedang menyibukkan diri. Mengindahkan akhlak, memperbaiki hati. Menjadi seorang khalifah, menunaikan amanah. Ya, tunaikanlah dulu amanahmu lalu segeralah kau temukan aku. Temukan aku dalam larik-larik cintamu pada-Nya.



Dan mungkin pula, di sisi hatimu tersimpan kerinduan. Menjejak mimpi beserta kepiluan. Berharap tuk segera menemukanku, bagian tulang rusukmu yang hilang. Akan tetapi, kau masih harus berjuang bergelut dengan kesabaran. Be patient, Dear Fubby.



Dear, I want you to know. Apapun dan bagaimanapun kita saat ini, tak pernah sekalipun aku lelah dan terlupa tuk mengutip namamu dalam lantunan kidung malamku. Berharap seluruh jagat raya mendengar dan meng-aminkan, kidung rindu di penghujung malam.



Semoga Allah menguatkan asa dan keyakinan, dan menjadikanmu seorang imam pilihan. Untukku, ya hanya untukku.



Lewat malam, kuingin berkata padamu. Uraikan segala beban rindu, padamu penopang hidupku.

Pada angin ingin  kukatakan, temanilah ia yang sedang tersendirian. Tersesat, berliku mencari jalan. Menyatukan dua jiwa yang terbelah, menjadi harmoni indah, pada satu rangkaian.



Please Angels, send my salaam to him

Tell him, I’m waiting with all of my dreams



Dear,

Ini suratku yang ke-entah. Belum lelah kutuliskan untukmu, meski tak tahu kemana harus dikirimkan. Surat yang belum beralamat.

But I do believe, someday, somehow it will reach you.



From,

Your Future Wifey

Jumat, 20 Maret 2015

Sekejap

rinduku membelah di sepertiga malam

Bersama pecahan-pecahan luka yang melebam

Desir rindu kuat mendekap

Bertarung dingin jiwa dengan pekat





Tuhan,

Dengarlah kidung sumbang keluhan

Irama bernotasi keresahan



Gemericik air doa, usir senyap

Pangkas resahku meski sekejap

Kelu lidah tak kuasa berucap

Tuhan,

Aku ingin Kau dekap



Senandung yang kucipta

Mampukah ia hadirkan cinta-Mu

Leburkan tiap noktah meragu



Tegal, Maret 2015


Kamis, 05 Maret 2015

Cinta Rindu Doa



Aku tahu, bahwa kau tak ingin melampaui batasan. Sama halnya aku, tetap setia dengan alasan demikian. Maka disinilah kita, berkawan setia dengan kesepian. Memuja hening di antara kebisingan.

Ingin kuusik pena rindu, di antara gemericik airair doa yang mengucur. Ingin kusapa rindu, di tengah nyeri yang membilur. Uhh, bilakah “jeda” ini akan hancur?

Kupungut resah di antara lelah yang memayah. Segala bentuk percaya bertemu dengan uji, haruskah?
Wahai gerimis kecil, terdengarkah olehmu aku memanggil? Serak tangisku di antara gigil. Terpisah dari-nya buatku kerdil. 

Aku takkan pernah bertanya tentang makna cinta, karena ia selalu hadir pada tiap doa di tengah rindu yang kupunya.
Masih kumiliki sebentuk percaya, di tengah-tengah mustahil yang menggurita. Karena cinta 'kan selalu merindukan doa

Minggu, 15 Februari 2015

Rainbow Milk


Seperti biasa, tiap hari Rabu ada variasi kegiatan di sekolah. Kebetulan Rabu kemarin, 10 Februari 2015 jadwalnya sains. Hmm, bingung juga sih mau buat kegiatan apa. Tapi ide yang satu ini layak juga dicoba. Membuat pelangi dari susu, mencoba untuk membuat sesuatu yang agak berbeda dari biasanya. 

Tapi anak-anak akan sangat menyukai kegiatan ini. Mereka akan sangat menikmati proses yang terjadi akibat bercampurnya susu, pewarna dan cairan pencuci piring.

Bahan-bahan yang dibutuhkan :
1. Susu kental manis ( putih )
2. Pewarna makanan ( semakin banyak warna yang digunakan, akan semakin menarik)
3. Cairan pencuci piring ( di sini saya menggunakan sunlight)
4. Cotton buds
5. Mangkok kecil




langkah bermain :
Tuangkan susu kental manis pada mangkok, encerkan dengan sedikit air. Lalu teteskan pewarna makanan pada susu tersebut,jangan diaduk.
ambillah sebuah cotton bud lalu celupkan ke dalam cairan sunlight. Masukkan cotton bud yang telah berlumur sunlight itu ke dalam pewarna tadi. lalu lihatlah apa yang terjadi!! Anak-anak akan merasa amazing. Semakin beragam warna yang kita teteskan, mungkin akan lebih menarik lagi.

Setelah selesai dengan kegiatan ini, hasil campuran susu ini dapat kita gunakan untuk melukis sehingga tidak ada yang terbuang percuma.

Are you interesting? silahkan dicoba


Hasil percobaan, dapat digunakan untuk melukis.



Sabtu, 14 Februari 2015

SURAT UNTUK UMMI-KU



Ummi...

Pertama, ingin kuucapkan berjuta kesyukuran pada Sang Rahman, bahwa betapa diriku teramat beruntung. Karena dari rahimmu, aku dilahirkan.
Kedua, semoga kau dalam kondisi sehat dan selalu dalam kasih sayang Allah, sebagaimana akupun teramat sayang padamu.
Ketiga, ingin kukatakan bahwa anakmu ini sangat merindukanmu. Ternyata tak mudah untuk melalui hari tanpa senyum dan pelukan darimu.

Ummi, di tiap bilangan harimu, aku yakin bahwa ada aku di embusan nafasmu. Ada namaku di untaian doa dan sujud panjangmu. Aku? Maafkan Ummi, jika aku sering melalaikanmu.
You treat me like a rose
You give room to grow
You shone the light to love on me
And give me air, so i can breathe

Ummi, dengan cara apa kuharus berterima kasih? Bagaimana ku membalas cinta dan pengorbananmu.
Tak pernah kau sesal darah yang tlah mengalir, karena itulah sang mawar berbunga.
Tak kau ungkit peluh yang menetes, sebab itu mawar ini tumbuh.
Dan tak kau hirau airmata yang tertumpah, asal mawar itu bermahkota indah. 

Ummiiii...kaulah anugerah

Ummiku sayang,
Bening matamu pancaran ketulusan, lembut belaimu simbol ketegaran dan doa-doamu adalah kekuatan. Lalu, apa lagi yang kuperlukan?

Aku punya Sang Rahman, dan kau...Ummi
Seandainya seluruh dunia menolak dan mengolokku, maka kau-lah tempatku pulang
Sekiranya dunia menyakitiku, di pangkuanmu-lah aku mengadu
Tiada tempat sedamai dalam pelukanmu

Dan lihatlah Ummi,
Setelah bilangan tahun, mawar yang kau jaga dengan seluruh nyawamu kini telah merekah
Mencoba menebar harum dari hasil keringat dan cucuran darahmu
Ummi, telah kau jaga kelopak-kelopakku agar tak kering berguguran
kau tebarkan semerbak harumku, dengan doa-doa yang tak lelah kau siramkan
Aku bangga menjadi sekuntum mawar di taman hidupmu

Doakan aku Ummi,
Agar kumampu menjaga izzah dan selalu menjadi kebanggaan

Ummiku,
Selamanya aku kan menjadi bunga mawarmu
Mungkin, takkan mampu kulimpahi hidupmu dengan permata
Juga menghadirkan kepadamu isi dunia
Namun kupinta pada Allah untuk selalu menjadi bunga mawarmu
Mawar yang kelak akan tumbuh di taman surga
Menaburi tiap jengkal jalanmu kelak
Mewangikan taman surgamu

Ya Allah, ijinkan aku tuk tumbuh di taman surgamu
Ijinkan aku tuk menjemput Ummiku kelak di surga
Ummi, semoga mampu kusandarkan lagi tubuhku di pelukmu
Dan semoga Allah mengijinkanku tuk merawatmu, layaknya dulu kau membesarkanku dengan limpahan kasih dan cinta

Itulah doa dan harapanku Ummi,
Semoga Allah selalu mengabulkan doa yang kau panjatkan. Karena kutahu, di setiap doa yang kau lontarkan ke langit, sudah pasti ada namaku di sana.